Inner Circle


INNER CIRCLE

Saya tipikal orang yang suka dengan namanya obrolan, acara-acara obrolan di TV atau Youtube pun saya suka, apalagi dengan mengangkat tema atau isu yang bagus. Ngobrol atau dalam bahasa Banyumasan disebut Dopokan, seringkali terdengar sangat remeh, dan terkesan tidak perlu dilakukan, buang waktu. Akan tetapi saya pribadi tidak pernah sedikitpun meremehkan sebuah obrolan, karena dari sebuah obrolan kita pasti akan mendapatkan sesuatu hal yang penting, dan seringkali kita mendapatkan rejeki dari sebuah obrolan.

Disaat saya merasa jenuh (terutama saat anak istri sedang menginap di rumah mertua atau rumah bapak ibu saya) biasanya saya datang kesebuah kamar kos di daerah kampus Universitas Wijayakusuma, disitu tinggal seorang pemuda bernama M.M Arifudin lebih dikenal dengan nama Aip, dan biasanya disitu sudah berkumpul 6 orang lelaki lain, ada Abdul Aziz, Riza Saputra, Kukuh Sukmana Hasan Surya, Tofik Cahyanto, dan Faisal Saelani serta Dimas "Lambe" Prabowo.

Adalagi yang termasuk inner circle saya, tapi mereka kebanyakan tinggal di kecamatan lain, yang pada akhirnya kita tidak bisa berjumpa secara langsung, mereka tergabung dengan saya dalam Banyumas Collective (wadah tempat kita diskusi tentang fotografi, tapi kebanyakan bercandanya..hehe). Mereka adalah Singgih Wahyu a.ka Kathung, Alif Hendri, Slamet Bustiawan a.ka Pak Rebel, Ajiono, Rizal Pratama, Dudi Saputra, Dedi Ramadhan, Risky Afiadi, Zaeni Amar, Ridlo Akbar, Aji Prat, Nanang Aprilyanto, dsb. Harus saya akui bahwa para lelaki inilah Inner Circle saya, dengan tinggal di kota yang sama jadi lebih intens kita berjumpa.

Mereka memang bukan sebaya dengan saya, tapi kita selalu nyambung berkat satu kesamaan hobi, yaitu fotografi. Kita akan ngobrol ngalor ngidul, dari membahas hal yang remeh temeh, sampai membahas hal yang agak berat, dan sering juga ber ghibah. Tak jarang pula kami berdiskusi yang berkaitan dengan kesamaan hobi kami, yaitu fotografi. Disini kita tidak selalu membahas sebatas tentang fotografi saja. Musik dan Film pun kita bahas, dan yang tak kalah serunya disaat kita bergotong royong membantu Tofik Cahyanto mengejar cinta dari seorang gadis yang pernah jadi kliennya, sangat seru.

Saya merasa nyaman ngobrol dengan mereka, tapi saya tidak tahu mereka nyaman dengan saya atau tidak (hahaha).
Kita kalau sudah ngobrol bisa tidak terasa jam sudah menunjukan sebentar lagi adzan Shubuh, benar-benar lupa akan segala hal yang berhubungan dengan urusan duniawi, saya masih ingat sentilan dari Abdul Aziz disela kita sedang bercanda ria, “kita kaya gini, seolah kita orang-orang yang ga butuh duit aja” kata Abdul Aziz.

Hal seperti ini yang saya butuhkan, setelah lelah dengan obrolan kawan sebaya yang selalu dipusingkan dengan hal dengan uang, bisnis, dan segala sesuatu yang bersinggungan dengan materi, obrolan ringan bersama teman yang penuh dengan senda gurau lah yang membuat saya merasa bahwa hidup itu sangat indah, dengan mengesampingkan dahulu masalah materi.

Berteman dengan orang-orang terdekat pilihan kita sendiri jelas memberi rasa nyaman. Tapi, banyak yang beranggapan bahwa gaya pertemanan inner circle seringkali membuat kita seolah terlihat membatasi diri untuk mengenal lingkungan sekitar dan bersosialisasi. Inner circle menjadi paham yang mengartikan pertemanan hanya sesuai kelas sosial, entah dari segi materi maupun sikap gengsi. Sehingga makna inner circle pun bergeser yang semula positif menjadi negatif. Lalu, apa yang mendasari inner circle itu dapat terbentuk?, orang yang punya satu minat, hobi, atau aktivitas yang sama dan berada dalam lingkungan yang sama.

Inner circle sebenarnya sebuah lingkaran pertemanan terdekat yang berisi orang-orang yang dirasa paling nyaman untuk mengekspresikan perasaan, berbagi kisah, cerita, dan pengalaman. Pertemanan yang isinya orang-orang yang dianggap lebih tulus dapat menerima diri apa adanya.

Sebenarnya gaya pertemanan inner circle tidak akan membatasi pergaulan, karena terjadi untuk situasi pribadi dan intim. Setiap individu masih memiliki lingkungan lain di luar inner circle yang juga dapat dijadikan sebagai tempat berbagi dan terkesan santai. Lingkungan lain di luar inner circle menjadi sarana bagi individu untuk dapat belajar bersikap serta bersosialisasi secara umum.

Menurut saya pribadi memiliki inner circle menjadi baik, karena meskipun cukup terbuka dalam kehidupan sosial, pada dasarnya setiap individu tetap membutuhkan lingkungan terdekat yang bisa dipercaya untuk dapat berbagi. Inner circle kerap mengatasnamakan rasa nyaman yang diyakini sangat personal bagi seorang individu.
Hargai diri sendiri sebagai mahluk sosial yang membutuhkan peran lingkungan dan orang sekitar untuk tumbuh berkembang secara normal, dan memaknai arti hidup yang sebenarnya.

Setiap orang punya pandangan sendiri tentang pertemanan, dan saya akui bahwa saya mungkin bukan teman atau sahabat yang terbaik, tapi saya pikir sebagai seorang teman saya cukup bisa diandalkan, saya fanatik dalam soal kesetiakawanan, walaupun saya tidak hafal tanggal ulang tahun mereka masing-masing.






















































Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Stare